Laman

Sunday, September 6, 2020

Part 1: Kita Beda, Kita Sama - 2 Saudara 2 Cerita Cinta


"Semua kisah masa lalu itu mendewasakan. Perlahan-lahan membuat pandangan kita tentang kehidupan itu berubah." 
- Raditya Dika -

Di sini aku bermaksud membagi cuplikan kisah masa laluku, baik dengan keluarga, teman, maupun... mantan, iye mantan, seneng lu kalau gue sebut-sebut mantan? Hahaha. 

Aku berharap sepenggal perjalanan hidupku bisa membuat kita semakin dewasa, semakin mengerti pasang surut kehidupan, dan semakin menguatkan kita untuk menghadapi berbagai ujian (ciyeeee, sok bijak :D). 

Izinkan aku memulai kisah ini dengan memutar waktu kembali ke masa kecilku dan adikku, bertutur tentang siapa kami berdua, bagaimana karakter kami, dan pernak-pernik kisah yang melingkupi kami. Kami berdua, walaupun beda, tapi punya cerita cinta yang sama. ๐Ÿ˜Š 

- - - - -

Berbeda itu Indah ❤️
Aku dan kamu pasti punya sisi yang berbeda. Entah perbedaan itu nampak atau tersembunyi, muncul ataupun tenggelam, disadari ataupun diabaikan, perbedaan akan selalu ada antara satu orang dengan lainnya. Bahkan mereka yang terlahir kembar bagai pinang di belah dua, walaupun dilahirkan identik, wajah dan karaker mereka mirip pwoooool, tapi mereka akan tetap memiliki perbedaan. Misalnya dalam hal selera, hobi, kebiasaan, cara ngomong, dan mungkin banyak lagi. Apalagi yang terlahir emang uda beda dari jenis gendernya, macam gue dan adik gue. Hehehe๐Ÿ˜‚

Adikku cewek, ๐Ÿง•๐Ÿป aku cowok ๐Ÿ‘ฑ๐Ÿป‍♂️
Adikku suka nyanyi, ๐ŸŽถ aku lebih suka baca-baca ๐Ÿ“–
Adikku temennya banyak, ๐Ÿ˜ป aku emmm... agak memilih ya. ๐Ÿ‘ฝ
Adikku ramah, gampang bergaul ๐Ÿ™‚, aku? kaku dan kadang tengil. ๐Ÿ˜•
Adikku jarang main game๐Ÿ‘‹๐Ÿป, kalau aku sering khusyuk sama game. ๐ŸŽฎ
Adikku suka jalan-jalan, ๐Ÿƒ๐Ÿป‍♀️aku lebih banyak di rumah. ๐Ÿก
Adikku celometan,๐Ÿ”Š aku ngomong seperlunya๐Ÿค. Kalau ngobrol, suka ambil tema ngobrol yang serius-serius hehehe.

Usia kami berdua hanya terpaut satu tahun. Sewaktu aku lahir, 15 bulan setelahnya adikku nyusul. Kami bersekolah di TK dan SD yang sama, sebuah sekolah swasta Islam yang cukup mentereng namanya di kota pahlawan. Aku dikenal sebagai anak yang penurut, suka baca, mendengarkan guru di sekolah, dan alhamdulillah punya capaian akademik yang cukup baik. Sementara adikku, yang lebih sosial, lebih suka main, dan lebih nggak betah belajar, tidak terlalu menonjol prestasinya di sekolah. 

Efeknya, banyak guru di TK maupun SD yang membanding-bandingkan aku dengan adikku.
"Tuh ya, kakaknya maju ke panggung jadi siswa berprestasi, lha adiknya prestasinya apa?"
Bahkan parahnya ada beberapa guru yang tidak terlalu suka dengan adikku karena bagi mereka, tipikal anak seperti adikku ini cenderung nakal, susah diatur, dan hanya jadi beban buat mereka. 

Singkat cerita, masa-masa TK dan SD bagi adikku boleh dibilang adalah masa kelam baginya, karena banyak banget yang memperbandingkan aku dan adikku. Belum lagi, di masa TK dan SD, aura syantik dan manisnya adikku belum merekah, bak bunga yang masih menguncup. Sementara gue? Yah nggak ganteng-ganteng amat lah, cuma, yaa... yang nge-fans ada aja. Hahaha. 

Akhirnya, kami berdua melanjutkan sekolah di SMP yang berbeda. Aku tetap lanjut sekolah di SMP yang satu yayasan dengan SD dan TK-ku, sementara adikku ikut beberapa temannya melanjutkan di SMP swasta Islam lain yang dekat rumah. Di masa SMP itu lah adikku menemukan (baca: mengaktualisasikan) dirinya. Dia mulai bisa melepaskan beban bayang-bayang kakaknya dan bisa jadi diri sendiri. Memang, untuk masalah akademik ya sama saja, tidak sampai mengkilap dan menghasilkan segudang prestasi, tapi minimal nggak ada lagi yang membanding-bandingkan. Itu udah cukup banget buat adikku karena dia bisa mengaktualisasikan dirinya dengan lebih baik.

Di masa SMP adikku hobi banget ndengerin musik di radio, update dengan penyanyi dan channel radio terkini. Di masa Youtube, I-tunes, Spotify, ataupun Tiktok belum membahana seperti sekarang, update lewat radio jadi salah satu cara buat mengikuti tren musik waktu itu. Di sisi lain, aku… ya… kalau adikku lagi ndengerin musik, aku ikut dengerin saja. Nggak sampai tergila-gila sama sebuah lagu, grup band, atau penyanyi, bener-bener jadi anak biasa saja dan cenderung cupu bin culun ya. Malam ngerjain PR, besoknya sekolah. Cuma memang kebiasaan unikku di sekolah adalah... jualan nasi. ๐Ÿš๐Ÿ›๐Ÿ™

- - - - -

Bukan Sultan, Tapi Cuan 
Aku kebetulan bukan tipikal anak SMP swasta Islam yang borjuis, berkantong tebal, dan bertabur kemewahan. Maklum, SMP-ku dengan fasilitas yang memang TOP BGT memungut SPP yang bisa dikatakan butuh perjuangan bagi keluargaku. Dan, nggak lama setelah masuk SMP, unfortunately Bapakku harus kehilangan pekerjaanya. Untungnya Ibuku adalah wanita karir yang saat itu masih aktif kerja kantoran. Tapi, “kapal” pasti goyang gaes, karena ibaratnya kapal itu tadinya punya dua mesin, mesin yang satu rusak nggak bisa dipake, tinggal satu aja yang running. Pasti kerasa kan, walaupun kapal itu masih bisa jalan dengan kondisi yang mungkin agak “tertatih-tatih”. 

Menjelang lebaran, Ibuku yang memang jago masak, punya inisiatif membuat kue-kue lebaran untuk dijual di kantor, lumayan lah buat nambah-nambah penghasilan biar "goyangan di kapal" nggak gede-gede amat. Di rumah biasanya tersisa kue-kue yang nggak terjual. Melihat sisa kue itu, terbesit ide untuk menjajakkannya pada teman-temanku di sekolah. Lumayan kalau bisa dijual. Eh, nggak nyangka ternyata disambut baik oleh teman-teman di sekolah. Banyak temenku yang suka dan akhirnya banjir order deh gue.

Lepas lebaran, ada teman sekolah yang iseng nanya, "To Vito, kamu nggak bisa bawain (baca: jual) nasi gitu ta di sekolah?, dari pada kita jalan jauh ke kantin." 
Wow! Brilian. Ini demand nih, ada ceruk pasar yang bisa digarap. Aku jadi dapat ide buat melanjutkan bisnisku, ya, bukan jualan kue lagi nih, karena kue kan musiman doang, waktu menjelang lebaran. Tapi bisnis yang lebih sustainable dan nggak tergantung musim, yaitu…. jualan nasi. Yeayy!!. Hehehe. 

Jadi, SMP-ku ini punya gedung yang luas banget untuk ukuran sekolah, macam universitas mini lah ya. Jarak kelas ke kantin mungkin sekitar 10 - 15 menit. Untuk temen-temen gue yang masuk kategori tajir melintir, yang biasanya manja, yang maunya cepet, nggak ribet, dan nggak capek, akan lebih enak bagi mereka kalau ada yang nyediain makanan di kelas. Sementara waktu itu satu-satunya tempat beli makan ya di kantin. Nggak akan ada abang-abang tukang bakso yang lewat depan kelas, hahaha. So, jualan nasi bisa jadi solusi menarik buat mereka, dari pada harus bawa lauk dari rumah atau jalan jauh ke kantin. Peluang emas bro! 

Yap, setelah itu hampir setiap hari aku bawa buku catatan kecil ke sekolah, bukan buat mencatat apa yang diajarkan guru, tapi buat mencatat apa yang mau dipesan sama teman-temanku keesokan harinya. Mau pesen apa? Nasi ayam kecap, nasi lele penyet, nasi ayam goreng, nasi ayam tepung pakai tempe, nasi lele pakai ayam pakai tempe, hahaha. Macem-macem lah pokoknya. Lha terus kalau ibu kerja, siapa yang masak di rumah? Ada nenek dan asisten rumah tangga yang bisa melakukannya. Heheheh.

Begitulah hari-hariku di sekolah. Selain diisi dengan kegiatan belajar, main dengan temen, ada juga jualan nasi untuk membantu keuangan keluarga. Yah, minimal gue nggak minta uang jajan lah ke ortu. 

- - - - -

Gadis Gaul
Adikku di SMP, punya geng yang isinya cewek-cewek. Gaul. Update dengan hal-hal kekinian jaman segitu. Mulai dari tas, jam tangan, sepatu, HP, dia update banget. Keluar dan makan-makan jadi kerjaannya. Tapi, soal belajar. Hmmm... nanti dulu. Hehe.

Dari geng cewek itu, mereka bikin sebuah band. Adikku jadi vokalisnya. Sempet beberapa kali latihan dan akhirnya tampil di acara sekolah. Pokoknya adekku fancy bener dah waktu itu. Beda sama gue yang cenderung culun, nggak gaul, dan nggak update

Tapi dengan gaya kayak gitu, yang tentunya masih harus disuapin ortu, pasti beberapa kali bikin kesel mamaku. Yah, sudahlah. Namanya aja anak perempuan, adik lagi statusnya, beda pasti sama kakaknya. Ya mau nggak mau beberapa kali juga duit dari ortu harus keluar buat membiayai style dari adikku jaman SMP. 

- - - - -

Islamic Parenting
Terus samanya di mana? Dari tadi ngomong beda aja antara elu sama adik elu To. Hahaha. Sabar bro. Di antara banyak perbedaan antara gue dan satu-satunya sodara sekandung gue, ternyata ada persamaan yang menyatukan kita. Apa itu? Selain punya bapak-ibu yang sama ya, kita juga sama-sama dibesarkan dalam lingkungan dengan aura keislaman yang cukup ketat dari keluarga. Bapak Ibu gue punya concern pendidikan agama yang gede. Di rumah, kami juga dibesarkan dengan nuansa agama yang kental. Ibuku selalu mendorong aku untuk bisa shalat ke masjid, terutama subuh. Baca qur'an setelah maghrib menjadi habit yang hampir pernah ditinggal sama keluargaku. Dulu sebelum ada yutub, acara pengajian di TV ibuku update banget, jauh lebih update dari pada jadwal sinetron bro. Beda emang ibu gue dari kebanyakan ibu-ibu komplek hehehe. Inilah salah satu hal yang membuatku selalu bersyukur, karena Kepsek gue di SMP pernah bilang tuh ke seluruh wali murid dalam satu kesempatan:
“Bapak/Ibu wali murid, jangan samakan SMP Islam ini dengan bengkel ya, yang bisa mereparasi akhlaq dan karakter anak-anak Bapak/Ibu sekalian hingga jadi insan yang baik, berkarakter, dan berakhlaq mulia. Kami ini hanya menyediakan fasilitas, yang tergantung dari anak Bapak/Ibu sekalian untuk mau menggunakan fasilitas itu atau tidak. Yang bisa dan harusnya mendorong agar anak Bapak/Ibu itu mau untuk menggunakan fasilitas itu siapa? Ya Bapak/Ibu sekalian. Siapa lagi? Jadi jangan harap anak Bapak/Ibu bisa berkelakuan baik kalau kita di sekolah diajarkan yang baik-baik tapi ternyata di rumah Bapak/Ibu sekalian tidak pernah mencontohkan dan mendorong anak Bapak/Ibu untuk melakukan hal baik tsb.”
Jadi, anugerah yang luar biasa kan ya, bisa sama-sama mengenyam pendidikan Islam, tapi di rumah juga tetep didorong untuk berperilaku sesuai tuntunan agama. Hehehe. 

Persamaan ini lah akhirnya yang mendorong kita juga untuk aktif dalam berbagai kegiatan di masjid deket rumah. Karena kami berdua sering kepergok bantu-bantu orang di masjid, kami pun diminta untuk jadi anggota remaja masjid (Remas). Officially pertama kali gabung Remas waktu itu masuk di Divisi PHBI (Peringatan Hari Besar Islam). Karena termasuk anggota yang paling aktif, akhirnya sewaktu kuliah semester awal, aku didapuk menjadi Ketua Remaja Masjid. Mempertimbangkan kelebihan adik gue dalam bidang komunikasi, koneksi, dan kooperasi, akhirnya gue pasanglah adik gue buat jadi Kepala Divisi Humas di Remas, biar celotehan dan bakat sosialnya makin terasah dan bermanfaat. ๐Ÿคฃ

Alhamdulillah, selama memimpin Remas, kegiatan dan acara di Remas jadi makin semarak. Banyak acara dan program baru yang dijalankan dan dapet apresiasi dari Bapak/Ibu kompleks di sekitar Masjid. Anak-anak mereka yang ikut Remas pun juga dapet manfaat karena at least waktu anak-anak itu nggak kebuang buat yang aneh-aneh dan ngabisin duit, kecuali kalau kita sodorin Proposal buat minta sumbangan acara Remas ya. Hahaha. 

So, Remas ini bakalan punya peran yang cukup signifikan di sesi cerita cinta kami, wa bil khusus adekku. Dek fia. Karena dari Remas ini ternyata Allah membukakan pintu jodohnya buat adikku tercinta. Gimana kisah lengkapnya? Tunggu sesi berikutnya ya. Hihihihi.  

Ini beberapa kegiatan yang terdokumentasikan waktu masih di Remas


Kegiatan Bakti Sosial: Berbagi kebahagiaan buat mereka yang berjasa bagi Masjid, tapi butuh uluran tangan dari sisi ekonomi.


Buka Bersama Anak Yatim: Setiap bulan Ramadhan tiba, kita selalu menyempatkan waktu berbuka bersama dengan anak yatim


Tak Lupa Cari Cuan: Kita juga dodolan (berjualan) minuman di masa Boba belum berjaya, untuk menambah pemasukan Remas, biar nggak terlalu tergantung sama sumbangan/donasi


Sahur on The Road: Ramadhan memang peak season dari kesibukan kita, termasuk mempersiapkan tebar sahur. Tapi nggak pake tawuran ya, paling cuma tau-tau subuh. Hehehe. Apasih


Baliho Remas: Nah, ini nih. Bukti dari adikku yang sudah merekah, memancarkan aura syantiknyooooo.... Gue jadiin model gratis untuk baliho di perumahan gue. Hehehe. Mayan, bisa menarik atensi penduduk. 


2 comments:

  1. Di tunggu positngannya lg mas. Saya ngikutin blog mas karena dia biar keterima interview hehee

    ReplyDelete
  2. Pak ada wa? Ada hal penting terkait lahan di belakang jatim expo, ni kontak saya pak 085819516465

    ReplyDelete